Rabu, 21 Januari 2009

Pupuk Menghilang

Pada dasarnya Indonesia adalah negeri agraris, tanahnya subur sehingga sebagian besar rakyatnya menopang kehidupannya dengan bertani.
Dari masa-ke masa, rakyat yang menggantukan kehidupan sebagai petani ini, mungkin karena keterbatasan pengetahuan dan keinginannya mendapatkan hasil yang maksimal, sering -kalau tidak dibilang selalu- menjadi ladang eksploitasi bagi pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan berlipat ganda dari ketidakmampuan para petani. Dengan dalih membantu permodalan untuk menanam jenis tanaman tertentu dengan jaminan ketersediaan pupuk, bibit, obat-obatan dan jaminan pasar yang baik maka banyak rakyat petani yang justru terjebak pada jeratan hutang, karena modal yang diberikan itu tetap harus dikembalikan setelah panen, dan semua orang tahu bahwa tidak selamanya orang menabur bibit itu pasti panen. Banyak faktor X yang bisa saja panennya gagal.
Bagi si Pemodal tidak akan pernah dirugikan karena cepat atau lambat modal pasti kembali karena diuntungkan oleh kontrak perjanjian, petani gagal panen toh harus mengembalikan modal, petani berhasil mereka dapat memainkan harga.
Hasil memang berlipat dengan program yang ditawarkan, tetapi kesejahteraan petani tak banyak yang meningkat, kerena biaya produksinya menjadi sangat tinggi dan harga ditekan oleh pemodal.
Menjadi lebih parah keadaan petani ketika pemodal-pemodal ini dapat membonceng atau bahkan menyetir pemerintah yang mau membantu rakyat. Program-program yang tawarkan kepada petani untuk meninbgkatkan kesejahteraan, seperti bantuan pupuk/ pupuk bersubsidi, bantuan obat/ obat bersubsidi, Bantuan bibit, kredit usaha tani dan sebagainya membuka peluan-peluang monopoli untuk bahan-bahan keperluan petani. Alih-alih emningkatkan kesejahteraan, justru beban petani bertambah dengan sulitnya mencari pupuk, keterlambatan masa pemupukan (jelas dalam hal ini berpengaruh pada produksi) karena keterlambatan droping "bantuan pupuk" keterlambatan masa panen karena menunggu droping bantuan bibit, pengobatan terlambat karena keterlambatan droping bantuan obat-obatan. Belum lagi dihadapkan dengan hilangnya pupuk di pasaran, karena si Pemodal lebih suka menimbun pupuk itu untuk dijual nanti setelah program bantuan berlalu, kemudian dijual dengan harga standar pasar untuk mendapatkan keuntungan berlipat.
Demikian itu terjadi berulang dari masa ke masa, kerena keterbatasan kemampuan petani dan diseting untuk tetap tidak berdaya, karena akan menjadi ladang subur bagi para pemodal. Sungguh sebuah sistim penjajahan terselubung didalam negeri merdeka.
Di masa mendatang harus ada upaya, dan upaya ini harus dimulai dari petani sendiri untuk berani tidak tergantung pada siapapun dalam melakukan usaha tani. Alam Indonesia yang subur ini menyediakan segalanya untuk petani dari pupuk, obat hama dan bibit unggul. Saatnya petani mau kembali dengan sistim pengolahan tanah yang alamiah. Petani harus berani mencoba hal ini untuk melepaskan diri dari jeratan kolonialisme modern.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar